Membudayakan Kreativitas dan Inovasi

Melalui kelas ini, kamu diajak untuk:

  • Memahami pentingnya inovasi dan kreativitas.
  • Membuat kreativitas sebagai sistem kerja.

Pengantar

Kreativitas kerap disematkan pada orang-orang tertentu: jenius, dominan otak kanan, atau seniman. Seakan milik segelintir, beberapa orang menghindari kata kreativitas dalam dirinya dan nyaman dengan yang sudah ada.

Padahal, kreativitas ada di kepala setiap orang namun tidak dioptimalkan. Kreativitas soal memperbaiki produk atau proses yang sedang dipakai, dan keduanya ada dalam keseharian kita.

Familiar dengan Inovasi

Hasrat inovasi didorong oleh keinginan untuk mencapai lompatan dalam bisnis lewat perbaikan produk dan proses kerja yang efisien. Setiap organisasi jamak menggunakan jargon inovasi, tapi tidak semua benar-benar mengamalkannya.

Bagi pebisnis jadul, inovasi kerap dianggap bertentangan dengan proses bisnis yang tengah mereka hadapi. Mereka tidak punya tujuan masa depan bisnis yang jelas, menetapkan strategi yang keliru, dan yang lebih parah adalah mengeluarkan biaya yang minim.

Inovasi memang berjalan lebih lambat dari yang produk yang sudah ada di pasar. Namun dengan konsistensi dan fasilitas memadai, hasil dari inovasi bakal gemilang di masa mendatang.

Membudayakan Kreativitas

Setiap orang pernah mengalami fase paling kreatif sepanjang usianya saat masih anak-anak. Banyaknya pertanyaan yang terngiang di kepala membawa anak menjadi manusia yang bebas dan berani menanyakan apapun. Menurut pelukis kondang Italia, Pablo Picasso, mengatakan jika sisi artistik manusia tidak terbawa saat dewasa menjadi penghambat kreativitas.

Untuk mengembalikan kreativitas, kita bisa mengembalikan nuansa anak-anak dalam pekerjaan. Berikut kiat membentuk lingkungan kerja yang mendorong kreativitas.

1. Lingkungan

Banyak kantor hanya terdiri dari . Lalu meja kerja akan berisi peralatan orang dewasa seperti laptop, buku tulis, dan pena. Monoton dan membosankan.

Bandingkan tempat bermain kita saat masih anak-anak. Kita bebas ke manapun sesuai keinginan. Ruangan ceria yang penuh warna. Kemudian kita sering menjadikan kertas kosong untuk menuangkan imajinasi kita.

Banyak perusahaan teknologi global mulai membangun kantor open-space dengan dekorasi berwarna. Mereka merancang interiornya layaknya taman bermain. Seperti kantor Google yang memasang perosotan di kantornya. Apakah suasana bermain mengurangi produktivitas? Coba lihat sendiri reputasi Google.

2. Eksperimen

Seperti dijelaskan sebelumnya, banyak perusahaan fokus pada eksekusi namun sedikit yang berani berinovasi. Kita terkurung di dalam budaya yang takut gagal.

Bandingkan dengan masa kecil kita saat bermain menyusun balok. Kita tak pernah berpikir terlalu rumit. Jika susunan balok roboh, tinggal dibangun kembali. Tentu robohnya mainan balok berbeda dengan robohnya anggaran perusahaan.

Perusahaan moderen memberikan ruang longgar untuk berkreasi lewat prototyping. Tapi pada prinsipnya, kita harus mengembalikan keberanian bereksperimen demi menghasilkan lompatan. Semakin cepat gagal, semakin cepat kita tahu bagaimana memperbaikinya.

3. Cerita

Sering berurusan dengan laporan keuangan dan teknis produksi dapat menghilangkan perasaan kita soal cerita. Presentasi di dalam rapat kerap membosankan.

Anak kecil gemar bercerita. Mereka tak malu mengungkapkan, bahkan memperagakannya. Apa yang membuat anak-anak menjadi pencerita yang baik? Empati.

Produk di atas adalah MRI khusus anak-anak buatan General Electric Healthcare. Perancangannya terinspirasi dari cerita betapa ketakutannya anak-anak ketika akan dites dengan MRI. Desainer GE Healthcare kemudian menceritakan cerita itu untuk timnya, maka jadilah produk di atas.

Selamat, Anda telah menyelesaikan pelajaran ini
Klik untuk menyelesaikan